Baru-baru ini kita dikagetkan dengan berita merger dua raksasa teknologi Indonesia yaitu PT Aplikasi Karya Anak bangsa (Gojek) dan PT Tokopedia (Tokopedia) menjadi GoTo dan mereka berencana untuk melaksanakan Initial Public Offering (IPO) di bursa efek Indonesia. Atas rencana itu para investor terpecah dua kubu, pihak pertama berencana membeli saham GoTo ketika dilepas ke publik dengan berbagai macam alasan salah satunya berharap pada kenaikan harga saham di masa akan datang dan pihak kedua tidak berminat untuk berinvestasi di GoTo karena belum jelas keuntungan perusahaannya dan belum yakin perusahaan yang melakukan strategi investasi dengan “bakar duit” itu akan bisa sustain di masa depan.
Bagi para investor yang memiliki pendapat belum membeli saham GoTo adalah mereka yang melakukan investasi dengan melihat fundamental dari perusahaan tersebut apakah perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik dan perusahaan tersebut dapat menjaga keberlangsungan bisnis jangka panjang (sustainanble). Salah satu hal yang diperhatikan para investor untuk melihat perusahaan tersebut memiliki peluang bisnis yang dapat berumur panjang adalah apakah perusahaan yang menerapkan good corporate governance.
PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Good corporate governece (GCG) atau sering di Indonesia dikenal dengan istilah tata kelola perusahaan yang baik. Pengertian GCG terdapat pada aturan hukum yang berlaku di Indonesia antara lain yaitu:
Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMN sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri BUMN Per-09/MBU/2012, pada Pasal 1 Per01/MBU/2011 diberikan pengertian GCG berbunyi sebagai berikut:
“Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance), yang selanjutnya disebut GCG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.”
Kemudian pada Pasal 3 Per-01/MBU/2011 memberikan penjelasan mengenai prinsip-prinsip GCG antara lain:
“Pasal 3
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian (“POJK 73/2016”) diberikan pengertian GCG bagi perusahaan perasuransian yang berbunyi sebagai berikut :
“Tata Kelola Perusahaan Yang Baik, adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan organ Perusahaan Perasuransian untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai Perusahaan Perasuransian bagi seluruh pemangku kepentingan khususnya pemegang polis, tertanggung, peserta, dan/atau pihak yang berhak memperoleh manfaat, secara akuntabel dan berlandaskan peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika.”
Dari pengertian atas GCG dari dua peraturan hukum diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa GCG adalah suatu proses terstruktur dan mekanisme pengelolaan perusahaan yang digunakan oleh perusahaan untuk memberikan nilai tambah perusahaan dan mencapai hasil usaha dan mengoptimalkan nilai Perusahaan dengan berdasarkan prinsip Transparansi, Akuntabilitas, Pertanggungjawaban, Kemandirian, dan Kewajaran.
Good corporate governance merupakan langkah yang penting dalam membangun kepercayaan pasar (market confidence) dan mendorong arus investasi yang lebih stabil dan bersifat jangka panjang. Lantas bagaimana munculnya gagasan good corporate governance ini muncul dan faktor apa yang mendorongnya penerapan good corporate governance.
SEJARAH GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Sejarah good corporate governance mengikuti perkembangan perusahaan di Amerika. Konsep Corporate Governance yang komprehensif mulai berkembang setelah kejadian The New York Stock Exchange Crash pada tanggal 19 Oktober 1987 dimana cukup banyak perusahaan multinasional yang tercatat di bursa efek New York mengalami kerugian finansial yang cukup besar. Dikala itu, untuk mengantisipasi permasalahan internal perusahaan, banyak para eksekutif melakukan rekayasa keuangan yang intinya adalah bagaimana menyembunyikan kerugian perusahaan atau memperindah penampilan kinerja manajemen dan laporan keuangan.
Untuk menjamin dan mengamankan hak-hak para pemegang saham, muncul konsep pemberdayaan Komisaris sebagai salah satu wacana penegakan Good Corporate Governance (GCG). Komisaris Independen adalah Anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan dengan Direksi, Anggota Dewan Komisaris lainnya dan Pemegang Saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.
Sejak saat itu kebutuhan pada good corporate governance timbul berkaitan dengan principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya. Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak.
SEJARAH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA
Sejarah corporate governnace Indonesia berhubungan erat dengan krisis finansial Asia Selatan 1997. Krisis mulai dari Thailand, terus menyerbu Philipina, Indonesia, Malaysia dan Korea Selatan. Tragedi itu datang melanda hanya beberapa bulan setelah the World Bank mengeluarkan laporannya tentang macan ekonomi Asia, yang menginspirasi negara berkembang lainnya. krisis Asia 1997 merupakan tonggak sejarah perkenalan konsep the Anglo-American corporate governance di Indonesia.
Keadaan keuangan Indonesia tahun 1997 sangat mengenaskan; nilai rupiah pada pertengahan Agustus 1997 terjun bebas sampai 27% terhadap dollar Amerika. Ahli lainnya mengatakan bahwa krisis Asia Selatan berdampak besar terhadap sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada saat itu mata uang Indonesia mengalami depresiasi hampir 80% dan beberapa bisnis terutama sektor perbankan menjadi sekarat Untuk menghadapi kondisi buruk itu, pemerintah Indonesia membutuhkan suntikan dana segar.
The International Monetary Funds (IMF) datang membawa bantuan. Lembaga ini menawarkan bantuan bersyarat. Mereka berkenan memberikan pinjaman asalkan pemerintah Indonesia bersedia memenuhi beberapa persyaratan. Satu diantaranya, komitmen untuk memperbaiki sistim corporate governance. Di mata IMF saat itu sistem corporate governance Indonesia menjadi salah satu titik lemah bangunan perekonomian Indonesia. Akhirnya, sebagaimana yang terbaca di dalam 5 Letters of Intent pemerintah Indonesia kepada IMF, Indonesia setuju dengan seluruh persyaratan yang diajukan IMF. Dan bantuan IMF untuk Indonesia mulai diberikan.
Menindaklanjuti nota kesepakatan tersebut, kemudian pemerintah Indonesia telah mencanangkan penerapan good corporate governance dengan didirikan satu lembaga khusus yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG), yang kemudian dirubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). KNKG dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Keuangan dan Industri Nomor: KEIP-31/M.EKUIN/06/2000.
Tugas pokok KNKG adalah merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional mengenai GCG yang mencakup:
Kemudian dari KNKG inilah terbitlah “Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia” pada tahun 2006 yang menjadi pedoman bagi pemerintah dalam menerbitkan aturan hukum yang mendorong penerapan GCG dan menjadi pedoman bagi perusahaan swasta dalam penerapan GCG.
PRODUK HUKUM PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA
Sejak terjadinya krisis ekonomi 1998 menjadi pelecut bagi pemerintah untuk menerapkan good corporate governence secara maksimal, banyak aturan hukum digunakan agar prinsip-prinsip good coporate governance dapat diterapkan diberbagai sektor antara lain :
GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI PERBANKAN
Di dunia perbankan ada dua Undang-Undang penting untuk awal penerapan good coporate governece di Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menganut beberapa prinsip-prinsp sebagai berikut :
Independent
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, bank harus dapat mengambil keputusan yang objektif dan bebas dari tekanan oleh pihak manapun. Hal ini dilakukan untuk menghindari dominasi oleh salah satu atau sebagian dari jajaran pemegang saham yang bisa mempengaruhi strategi perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang diambil serta mencegah benturan kepentingan dari pemegang saham.
Kedudukan yang independen terutama bagi Bank Indonesia diperlukan agar tugas dan kewenangannya dapat dilaksanakan dengan lebih terfokus dan tidak memihak kepada suatu kepentingan atau tujuan jangka pendek yang dapat membahayakan kestabilan ekonomi dan moneter serta neraca keseluruhan sebagaimana tercantum pada Pasal 4 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia :
“Bank Indonesia adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali ditentukan secara tegas dalam undang-undang”
Keterbukaan
Dunia perbankan dalam menjalankan tugas-tugasnya, baik pejabat internal bank beserta seluruh jajaran staff harus bisa mengungkapkan informasi dengan jelas, lugas, akurat, dan dapat diperbandingkan. Tujuannya agar seluruh stakeholders atau pemegang saham dapat mengakses informasi tersebut sesuai dengan haknya.
Informasi tersebut meliputi namun tidak terbatas pada visi dan misi, strategi dan rencana perusahaan, informasi keuangan dan non keuangan, susunan pejabat dan juga sistem pengawasan, penerapan sistem kepatuhan, serta manajemen risiko. Sehingga, semua kebijakan bank harus dikomunikasikan dan didata dengan akurat kepada jajaran pemegang saham yang berhak atas informasi tersebut. Walau demikian, sebagai penyedia jasa pengelolaan keuangan, pejabat intern bank juga harus bisa memegang data-data sensitif yang berkaitan dengan data pribadi nasabah dan ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan undang-undang. Sebagaimana pada Pasal 44 A Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan :
“Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut.”
Keterbukaan informasi di dunia perbankan juga dijunjung oleh Bank Indonesia hal ini
termuat pada Pasa 58 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia :
“Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa pada setiap awal tahun anggaran yang memuat:
Akuntabilitas
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, bank harus bisa membuat program kerja dan tanggung jawab tiap-tiap satuan tugas dengan jelas yang mencerminkan visi dan misi serta strategi perusahaan. Oleh karena itu, sangat penting bagi bank untuk memilih tenaga kerja yang kompeten sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Demikian pula dalam hal sistem pengawasan dan manajemen risiko, lembaga bank harus dapat menerapkan disiplin tinggi bagi setiap satuan tugas dengan sistem reward and punishment yang jelas dan transparan.
Pengawasan terhadap dunia perbankan dilakukan oleh bank Indonesia sebagaimana Pasal 29 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan :
“Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia”
Tanggung Jawab
Meskipun perbankan memegang prinsip keterbukaan namun perbankan tetap menganut prinsip kehati-hatian(prudential banking practice), terutama yang berkaitan dengan data-data nasabah dan pengelolaan dana. Hanya mereka yang memiliki kewenangan dan hak yang diatur oleh undang-undang yang dapat mendapatkan informasi penting di perbankan salah satunya dalam hal perkara pidana.
Sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan :
“Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank”
Kewajaran
Semua standar operasional perbankan harus didukung dengan peraturan dan sistem yang jelas dan lugas untuk menjamin dilaksanakannya peraturan yang berlaku. Selain itu, bank juga harus menjadi cerminan perusahaan yang baik dan peduli terhadap lingkungan sekitar dan juga peka terhadap tanggung ja wab sosial. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, bank harus bisa memperhatikan kepentingan seluruh jajaran pemegang saham dengan adil dan merata.
Pengambilan keputusan harus dilakukan dengan terbuka dan diketahui oleh seluruh pemegang saham dengan hak dan kewajiban yang seimbang. Pemegang saham juga berhak untuk memberikan masukan-masukan yang terkait dengan kinerja bank dan menyampaikan pendapat dengan bebas serta mengakses informasi-informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
GOOD COPORATE GOVERNECE DI PERUSAHAAN
Keterbukaan (transparency)
Dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai Perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan prinsip transparansi adalah pengungkapan informasi oleh Perusahaan misalnya saat melakukan perubahan anggaran dasar, dimana dalam Anggaran dasar secara terbuka memuat informasi atas kepemilikan modal perusahaan yang data tersebut dapat di akses pada AHU kementerian hukum dan hak asasi manusia.
Pasal 8 undang-undang 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :
“Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan
pendirian Perseroan”
Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ Perseroan maupun pegawai sehingga pengelolaan perusahaan dapat dilaksanakan secara efektif. Dalam hal ini di perusahaan diatur bahwa Direksi diawasi oleh Dewan Komisaris dalam menjalakan kegiatan perusahaan.
Pasal 63 undang-undang 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :
“Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang”
Pasal 108 undang-undang 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :
“Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.”
Pertanggungjawaban (responsibility)
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian pengelolaan Perusahaan terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku termasuk peraturan dan kebijakan Perusahaan, dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. bertanggungjawaban juga diikuti dengan komitmen untuk menjalankan aktivitas bisnis sesuai dengan standar etika (kode etik). Dalam undangundang perseroan terbatas misalnya dalam hal komitmen perusahaan untuk menjaga lingkungan dan menjaga keharmonisan secara sosial. Hal ini termuat pada Pasal 74 undang-undang 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :
“Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan”.
Kemandirian (independency)
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana Perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan atau pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Hal ini dilaksanakan di beberapa perusahaan dengan mengangkat komisaris independen. Pasal 120 ayat 2 undang-undang 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas
“Komisaris independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.”
Kesetaraan dan kewajaran (fairness)
Kewajaran adalah keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian perundang-undangan, kebijakan Perusahaan, peraturanperaturan Perusahaan dan ketentuan lainnya serta prinsip-prinsip korporasi yang sehat Pasal 52 undang-undang 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :
“Pemegang Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
Pasal 84 ayat 1 undang-undang 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas
“Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar
menentukan lain.”
PERANAN POSIFIT PENERAPAN GOOD COPORATE GOVERNECE
Penerapan GCG memberikan banyak dampak pada perusahaan salah satunya ialah pada kinerja perusahaan itu sendiri. Misalnya di sektor perbankan pada 17 Desember 2020 PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk menjadi salah satu bank yang menerima penghargaan sebagai Indonesia Most Trusted Companies Award yang digelar oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) bekerja sama dengan Majalah SWA. PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk Bersama 13 perusahaan lainnya mendapatkan gelar “Sangat Terpercaya” pada acara penghargaan tersebut.
Penerimaan atas penghargaan tersebut sejalan lurus dengan kinerja PT Bank Rakyat Indonesia, pada laporan keuangan mereka membukukan laba bersih konsolidasian sebesar Rp 6,86 triliun pada kuartal I-2021. pada tahun 2021 ini PT Bank Rakyat Indonesia mendapatkan penghargaan sebagai Perusahaan Publik Terbaik di Indonesia versi Majalah Terkemuka di dunia, Forbes International. Berdasarkan daftar Forbes 2021 Global 2000 World’s Largest Public Companies, Bank BRI menempati peringkat ke-362 dari 2000 perusahan publik terbaik di dunia dan urutan pertama di Indonesia.
Di sisi bidang usaha yang lain PT Wijaya Karya (Persero) Tbk juga mendapatkan mendapatkan gelar “Sangat Terpercaya” pada acara penghargaan tersebut. Pada RUPS 27 Mei 2021 perusahaan berhasil membukukan labah bersih sebesar Rp 185,77 miliar selama tahun 2020. wika sukses membangun banyak jalan tol di indonesia di sisi lain mereka berhal melakukan investasi pada kendaraan listrik “Gesits” yang sudah beredar dan bersaing dengan kendaraan lainnya.
Dari artikel yang di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan Good Corporate Governance (GCG) salah satunya dapat didorong dari sisi regulasi. Dorongan tersebut adalah dengan dituangkannya prinsip-prinsip dasar GCG ke dalam regulasi. Dengan adanya regulasi dan disiplinnya perusahaan menerapkan GCG maka akan mendorong kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Dan pada akhirnya menguntungkan kamu sebagai stakeholder yakni
pemilik saham perusahaan.
Sumber tulisan :
WhatsApp us